Balada Luka dan Takdir
Jalan yang kutempuh bukanlah bentangan sutra yang halus, bukan pula taman bunga yang mekar dalam kedamaian. Ia adalah lorong sunyi yang menggigit, berliku dalam gelap, penuh duri yang menari di setiap pijakan, menorehkan luka yang tak selalu terlihat, namun terasa hingga ke sumsum jiwa. Dan sungguh, tiada hak bagimu menenun hinaan atas perih yang telah kupeluk dengan keberanian, atas getir yang telah kuteguk dalam diam. Sebab setiap luka yang menganga adalah kesaksian sunyi tentang perjuangan, dan setiap kepedihan yang mendera adalah puisi tak bersuara yang dilantunkan oleh waktu.
Nikmatilah gemerlap keberuntunganmu saat ini, tertawalah sepuas hati jika itu yang membuatmu merasa unggul. Namun ketahuilah, doa yang terbit dari hati yang remuk, dari luka yang kau biarkan berdarah tanpa penawar, tak pernah sekadar melayang sia-sia. Ia merayap seperti angin yang berbisik kepada semesta, berputar di antara takdir, menunggu waktunya menjelma badai yang tak kau duga. Semoga, saat takdir berbalik arah, kau turut merasakan pahit yang kutelan, kepedihan yang kusembunyikan, dan kesunyian yang pernah kurapal dalam tangis tanpa suara.